e diel, 17 qershor 2007

INSPi


Untuk bikin tulisan ini gue jadi ekor INSPi seharian, capek banget tapi konsernya seru. Untuk pertama kalinya gue lihat grup acapella manggung, tapi sebenernya Jamaica Cafe lebih sip


"INSPi" BER-"VA LI HA LI HA" DALAM ACAPPELLA
Oleh Gusti Nur Cahya Aryani

Berawal dari pertemanan pada masa kuliah di 1997 dan latihan bersama menggunakan lagu "Thank You" dari "Boys II Men", sebuah kelompok musik acappella "tenar" di Jepang, "INSPi" memulai perjalanan karirnya menapaki hingar bingar industri rekaman.
Meskipun dalam riuh rendah industri musik, acappella atau musik mulut, belum sepopuler pop, rock atau jazz di telinga para penikmat musik dan bahkan bagi beberapa golongan, acappella identik dengan musik rohani tetapi hal itu ternyata bukan halangan bagi "INSPi" untuk terus menekuninya.
"Kami senang beracappella, karena ini adalah keinginan kami sejak dahulu. Kami ingin dapat memainkan musik yang menghargai segala jenis suara, dan itu kami temukan dalam acappella," kata "INSPi", kelompok musik asal negeri Sakura itu.
Kelompok musik yang digawangi oleh enam pemuda yaitu Takehiko Kita, Shinji Okumura, Tomoyuki Okura, Atsushi Sugita, Akira Tsukata, dan Takafumi Watanabe itu mengungkapkan kecintaan mereka terhadap acappella, musik yang telah mereka ditekuni selama tujuh tahun lalu.
"Bahkan orang yang memiliki suara rendah seperti saya sehingga sedikit sulit apabila ingin membawakan lagu-lagu hits di Jepang pun mampu turut ambil bagian dalam acappella," kata sang vokalis bass, Akira Tsukata. Tentu saja Tsukata merendah dengan pernyataannya tersebut karena pada saat tampil dirinya dan Watanabe selalu mendapat sambutan meriah dari para penonton yang terheran-heran melihat kemampuan vokal mereka menirukan bunyi bass dan bass drum.
Walaupun acappella yang dimainkan oleh "INSPi" masih menitikberatkan pada paduan suara dan kekuatan vokal para vokalisnya yaitu Kita, Okumura, Okura dan Sugita, tetapi tampak enerjik dan ritmik dengan keahlian Tsukata dan Watanabe, sang vokal perkusi, mengiringi setiap lagu.
"Kami ingin makin banyak orang yang mencintai acappella. Untuk itulah kami ingin mengajak semua orang bersenang-senang dengan musik ini," kata Okura.
"INSPi" dan Karir
Karir "INSPi" dibangun sejak 1997 saat para personilnya masih duduk di bangku kuliah dengan mengusung nama "Inspiritual Voices".
Untuk memudahkan publik menyebut mereka maka kala menggelar konser 'live' pertama pada 24 Agustus 1998, mereka meresmikan nama "INSPi" sebagai nama kelompok mereka yang baru. "INSPi berasal dari kata inspiritual, agar tidak terlalu panjang dan mudah diingat maka kami pendekkan menjadi INSPi," ujar Tsukata. Sambutan publik Jepang yang sangat baik, membuat satu demi satu 'single' pun diluncurkan oleh "INSPi", beberapa di antaranya yang cukup populer adalah Cicada's Love Song dan I do.
Sekalipun formasi "INSPi" yang sekarang berbeda dengan saat pertama kali dibentuk tetapi secara khusus Okura mengatakan bahwa hal itu tidak berpengaruh banyak pada musik "INSPi".
Dia juga mengatakan bahwa formasi kali ini adalah yang terbaik. "Pergantian personil terjadi ketika kami lulus kuliah karena tidak semua ingin memantapkan karir dalam dunia musik acappella dan kesibukan yang berbeda. Personil yang terakhir bergabung adalah Shinji pada 2002," ujarnya.
Dengan formasi baru, INSPi meluncurkan album pertama mereka yang bertajuk "Inspiritual Voices" pada 26 Juni 2002 dengan lagu andalan What's My Life. Kesuksesan album pertama disusul dengan album kedua yang bertajuk "Va Li Ha Li Ha" (2003) dan "INSPi Roman" (2004). Ketika ditanya lebih lanjut tentang maksud dari "Va Li Ha LI Ha", lagu andalan mereka dari album kedua, Sugita mengatakan bahwa secara khusus kata tersebut tidak berarti.
"Itu hanya bunyi, tidak ada artinya. "INSPi" hanya ingin membuat 'image' bahwa setiap orang bisa bahagia dengan bunyi atau musik," ujar vokalis berusia 26 tahun itu. Sedangkan "INSPi Roman", meninabobokkan kaum pecinta dengan satu lagu cantik yang bertajuk "Konohoshino Komoriuta" atau "Nina Bobo di Planet Kita". "Rencananya pada musim panas atau musim gugur tahun ini kami akan memgerjakan album ke empat kami, tetapi untuk judulnya kami belum tentukan," kata Sugita.
Sementara itu sepulang dari tur di Indonesia, sebuah konser keliling Jepang telah menanti "INSPi" di bulan Maret 2005 dalam rangka promosi album ketiga mereka.
"INSPI" dan Fans
Mungkin terlalu dini menyebut ratusan orang yang memadati konser mereka di tiga kota di Indonesia, yaitu Makassar, Jakarta dan Yogyakarta sebagai penggemar atau fans, tetapi tepukan panjang dari penonton sepanjang konser membuktikan bahwa apa yang ditampilkan "INSPi" meninggalkan kesan mendalam di benak penikmatnya. "Kami suka spontanitas publik Indonesia, apabila lagu yang kami mainkan bagus mereka tidak segan bertepuk tangan di tengah lagu, hal itu membuat kami lebih semangat bernyanyi," kata Okura.
Menurut dia, spontanitas itu merupakan hal yang positif sekalipun juga menimbulkan beban tersendiri karena reaksi penonton dapat langsung terlihat dengan jelas. "Orang Indonesia lebih ramah, kami merasa disambut baik di sini, suatu pengalaman yang indah," kata Okura yang mengaku bahwa "INSPi" pernah tampil di Amerika sewaktu mahasiswa. Ekspresi penonton di Indonesia, kata Sugita menambahkan, seakan mengajak untuk bersenang-senang bersama-sama.
"Kami juga dapat pengalaman yang menyenangkan kala menggelar konser mini di hadapan anak-anak Sanggar Anak Akar. Anak-anak tampak sangat gembira dan menikmati pertunjukan. Keakraban itu dapat terbangun karena kami bernyanyi bersama," katanya.
Pada kesempatan itu, Watanabe, sang vokalis perkusi yang selalu mendapatkan tatapan kagum dari para penonton karena keahliannya menirukan bunyi "drum set" mengatakan bahwa dapat tampil di Indonesia adalah suatu kebanggaan karena selama ini publik "INSPi" adalah orang-orang Jepang. "Melihat reaksi publik Indonesia adalah pengalaman baru yang bagus dan menyenangkan," kata Okura yang tampak berusaha keras untuk selalu mengucapkan berbagai istilah dalam Bahasa Indonesia dalam setiap penampilannya. Sebuah pertunjukan profesional yang ditangani dengan serius kala "INSPi" tampil di Sanggar Anak Akar (SAA) dengan penonton tidak lebih dari 50 orang menunjukkan bagaimana "INSPi" menghargai setiap penontonnya.
"Kami senang jika orang bahagia karena musik kami, tidak peduli siapa dan di mana," ujar Kita yang juga menyebutkan bahwa sejak awal "INSPi" memang menginginkan dapat tampil secara khusus untuk anak-anak sehingga merasa sangat senang bisa berbagi cerita dengan anak-anak SAA.
Di Jepang sendiri popularitas "INSPi" meningkat tajam sejak tampil dalam acara Fuji television pada Mei 2001.
"INSPi" dan Indonesia
"Ini adalah kunjungan kedua kami ke Jakarta setelah J-ASEAN Pops Concert di Jakarta Oktober 2003," kata Okura yang sempat cemas jika rencana konser mereka batal karena bencana tsunami yang melanda Aceh dan Sumatra Utara di penghujung 2004.
Dan, Okura menambahkan, di Indonesia juga untuk pertama kalinya "INSPi" menggelar konser 'live' di luar negeri. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan simpati terhadap bencana tsunami yang terjadi di Indonesia, "INSPi" menciptakan sebuah lagu khusus untuk publik Indonesia yang berjudul "Akar Hati" atau "Kokorono Nekko". "Sebenarnya jika jadwal yang tidak padat, kami ingin sekali melihat-lihat keindahan negeri ini," kata Sugita yang mengaku belum pernah ke Bali.
Menurut pemuda berkacamata itu, salah satu tempat yang sangat ingin mereka kunjungi adalah Candi Borobudur. "Kami akan tinggal dua hari di Yogya, jadi kami harap dapat mengunjungi Borobudur dan mungkin juga Kraton di sela-sela jadwal pementasan pada 13 Febuari nanti," ujarnya sambil sibuk menghafalkan ucapan selamat malam dan terima kasih dalam Bahasa Jawa.
Susah payah, Sugita melafalkan ucapan "Sugeng Ndalu" untuk selamat malam dan "Matur Nuwun" untuk terima kasih.
"Musik memang universal tidak mengenal batasan bahasa tetapi akan lebih menyenangkan jika bisa menyapa penonton kami dengan bahasa mereka," ujar Okura yang dikenal paling getol menggunakan Bahasa Indonesia walaupun patah-patah.
Sementara itu setengah bercanda, Kito mengatakan bahwa mengunjungi Indonesia membuat meraka melompat dari musim dingin ke musim panas tanpa melewati musim semi. "Ketika kami berangkat dari Jepang, di sana masih musim dingin tapi tiba-tiba kala kami mendarat di Indonesia langsung disambut terik sinar matahari," ujarnya.
Dan walaupun melewatkan sejuknya musim semi, bukan halangan bagi "INSPi" untuk mengajak publik Indonesia ber"va li ha li ha" dengan acappella, termasuk mempersembahkan lagu andalan mereka, Konohoshino Komoriuta, dalam Bahasa Indonesia.
T.KJ10 (T.KJ10/B/K002/K002) 12-02-2005 15:33:05
Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA

Nuk ka komente: