e diel, 17 qershor 2007

Tsunami Aceh


26 Desember 2004 gelombang tsunami menggulung Aceh, gue bukan termasuk kloter pertama yang berangkat ke sana untuk liputan. Kaki gue baru menginjak Aceh sekitar 3-4 bulan kemudian itu pun terjebak dalam rombongan Jackie Chan, Miss World n sejumlah selebriti lain yang gue ga kenal.


PS: Ini artikel pertama gue yang dinilai bagus oleh redaktur ...hehehe...


SPEKTRUM/Kesehatan --- "MEREKA" MENGINTAI PARA PENYINTAS DAN RELAWAN DI ACEH


Oleh Gusti Nur Cahya Aryani


Bencana gempa diikuti terjangan gelombang pasang air laut (tsunami) yang menghantam beberapa negara di Asia, seperti Indonesia, Thailand, India, dan Sri Langka, ternyata selain merenggut lebih dari 150 ribu nyawa juga menyisakan berbagai permasalahan bagi para penyintas (survivor) dan relawan.

Sejumlah wabah penyakit menular, hadir laksana bom waktu, mengintai para penyintas dan relawan yang lengah.Bersembunyi di balik duka dan air mata yang belum lagi mengering dalam tenda-tenda pengungsi dan posko-posko relawan.

Tanpa toleran terhadap tekanan fisik dan psikologis yang tengah menghimpit para penyintas dan relawan, beberapa jenis penyakit, seperti bronkopneumonia, otitis media akut, radang paru-paru, tetanus, kolera, disentri, malaria, dan TBC dikabarkan rentan menjangkiti beberapa orang di Nangroe Aceh Darusalam (NAD). Pada tahap awal setelah evakuasi, bronkopneumonia, otitis media akut, dan radang paru-paru adalah salah satu kasus yang banyak di dapati, hal itu diakibatkan oleh tenggelam dan terlalu banyak meminum air atau lumpur sehingga air masuk ke paru-paru.

Hal itu dikuatkan oleh pernyataan Ketua Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan, dr Nasir Nugroho SpOG, dan dr Purnamawati SpA dari Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta, Rabu, 5/1, di Jakarta, tentang beberapa orang korban tsunami yang dirawat di sejumlah rumah sakit di Jakarta yang meninggal, karena radang paru-paru.

Kini, dua minggu pasca-tragedi itu, beberapa pihak, seperti Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kesehatan mulai menyebut "clostridium perfringens" sebagai bom waktu baru yang menyusup di setiap tarikan nafas para penyintas dan relawan yang berada di NAD.

Para penyintas dan relawan yang terpaksa menghabiskan waktu dan hari-harinya di antara sisa-sisa bekas pemukiman yang telah luluh-lantak di terjang tsunami, bangkai ratusan kendaraan bermotor, kapal, batang-batang pohon dan binatang ternak yang masih bergelimpangan di hampir seluruh kawasan.

Selain itu, jasad korban yang belum sempat dievakuasi, karena terhimpit bangunan yang roboh mulai membusuk sehingga mengeluarkan gas gangrene yang diduga mengandung "clostridium perfringens". "Clostridium perfringens", bakteri anaerob yang hidup pada tempat-tempat dengan kadar oksigen rendah itu diketahui mengandung beragam racun yang menular melalui makanan atau luka.

Salah satu racun paling berbahaya, adalah "phospholipase C" yang menyerang sel darah merah, sel darah putih, kerusakan pembuluh darah halus dan memicu timbulnya kerusakan hati serta menghambat pembekuan darah.

NAD, pasca-gempa dan tsunami yang seakan berubah menjadi kota mati dengan tumpukan mayat, puing-puing reruntuhan bangunan dan genangan air hampir di seluruh bagian tentu menjadi tempat ideal bagi Clostridium perfringens untuk tumbuh dan berkembang.

Bakteri yang biasanya berbentuk spora tersebut akan tumbuh menjadi sel vegetatif dan menghasilkan racun pada suhu 70 sampai 120 derajat Fahrenheit.

Sebuah kasus tentang sepak terjang "clostridium perfringens" ditengarai telah terjadi di NAD ketika dikabarkan terjadi kasus pembusukan jari tangan dua orang relawan warga Aceh, dengan pembentukan gas pada luka tersebut. Kasus tersebut dipastikan bukan herpes karena herpes tidak menempati jaringan yang membusuk.

Pada situs resmi Departemen Sosial, http://www.depsos.go.id, disebutkan bahwa pembusukan yang diakibatkan oleh kontaminasi dari mayat saat melakukan evakuasi jenazah tersebut mengakibatkan tim medis terpaksa mengamputasi jemari korban hingga ke pergelangan tangan.

Infeksi bakteri Clostridium perfringens ditandai dengan demam hingga mencapai suhu lebih dari 39 derajat celcius, kejang dan diare.


Tindakan Pencegahan

Keberadaan "clostridium perfringens" memang tidak dapat dihindari di NAD tetapi itu bukan berarti harus menyurutkan langkah para relawan yang ingin sedikit meringankan beban para penyintas.

Menurut imbauan dari beberapa situs kesehatan, infeksi bakteri Clostridium perfringens dapat dicegah secara preventif dengan melakukan beberapa tindakan khusus.

Diantaranya adalah penggunaan perlengkapan utama seperti masker standar minimal "World Healt Organization" (WHO), "corpses gloves" atau sarung tangan khusus seperti yang digunakan petugas kamar mayat dan topi pelindung kepala.

Peralatan tersebut dimaksudkan untuk mencegah cipratan cairan tubuh dari tubuh mayat yang lengket dan dapat melekat pada tubuh dan rambut sehingga kemungkinan mengkontaminasi makanan yang merupakan salah satu pintu masuk "clostridium perfringens".

Selain menggunakan perlengkapan memadai, para relawan juga dihimbau untuk selalu mencuci tangan setiap sehabis mengangkat satu mayat, selama lebih kurang lima menit dengan hibiscrub brush, sikat pencuci tangan di rumah sakit dan cairan antiseptik.

Serangan "clostridium perfringens" sebelum terlambat, juga bisa diatasi dengan obat-obatan seperti ampicilline, cefotaxime, cairan infus, alkohol, betadine, atau kassa.

Melalui penanganan yang tepat "clostridium perfringens" yang mulanya hanya di kenal sebagai bakteri yang banyak dijumpai pada makanan basi atau makanan yang tidak dimasak secara benar, dan kini tiba-tiba menjadi salah satu mesin pembunuh di kota mati NAD dapat dihindari.


Bahaya psikologis

Selain bahaya dari wabah penyakit menular, para penyintas dan relawan juga rentan terhadap stress dan trauma yang timbul dari tekanan psikologis.

"Hidup di antara puing-puing, genangan air, dan sisa-sisa jasad manusia yang belum terevakuasi bukan lah hal yang mudah. Setiap orang, terutama anak-anak sangat rentan terhadap bahaya trauma atau stress yang berkepanjangan," kata Koordinator "Child In Need Special Protection" (CNSP) Yayasan Kesejahteraan Aanak Indonesia (YKAI), Tata Sudrajat.

Menurut Tata, para penyintas yang terpaksa tetap tinggal di NAD, menatap reruntuhan rumah mereka sambil mengingat keluarga yang hilang sangat rentan terhadap goncangan psikologis sehingga membutuhkan kehadiran para ahli terapi untuk membimbing mereka agar kembali tegar menatap masa depannya.

Tata juga mengatakan bahwa kabarnya mulai ada penyintas yang menunjukkan gejala dan prilaku menyimpan sebagai akibat trauma yang mendalam.

"Oleh karena itu untuk anak-anak sedini mungkin kegiatan sekolah sebaiknya segera dilakukan sedangkan untuk kaum dewasa dapat diberikan bimbingan rohani atau kegiatan lain," katanya.

Sekolah yang dimaksud Tata, bukanlah sekolah dalam arti sesungguhnya, melainkan dapat dilakukan dengan cara memberi anak-anak suatu media untuk berekspresi, misal alat gambar dan lain-lain.

Selain menjangkiti para penyintas, para relawan juga rentan terhadap gangguan psikologis karena secara tidak langsung mereka juga melihat keseharian yang sama dengan para penyintas.

Oleh karena itu, hendaknya para relawan memiliki kesiapan mental dan fisik yang teruji dengan waktu tugas tidak lebih dari dua minggu agar tidak terjadi penurunan stamina.

Dua minggu mungkin dapat menjadi waktu yang pendek bagi para relawan tetapi untuk para penyintas yang tertahan di tenda tanpa tahu hari depannya, dua minggu dapat terasa lama.

Ketika malam berganti siang dan hari berlalu tetapi tiada yang dapat dilakukan selain terdiam merenungi kehidupan dan keluarga yang dulu pernah mereka miliki.

"Bantuan bimbingan psikologis justru yang utama setelah usaha penyelamatan dan kebutuhan fisik mereka terpenuhi," kata Tata.

Bantuan psikologis, sebuah terapi untuk mengajak para penyintas melupakan gempa dan gelombang tsunami setinggi lebih dari delapan meter pada Minggu, 26 Desember 2004 dan optimistis menatap masa depan, melangkah tanpa menoleh ke belakang lagi.

(T.KJ10/A/P003/P003) 08-01-2005 22:32:23
Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA

Nuk ka komente: