e diel, 17 qershor 2007

Marlupi Sijangga


Hasil kerja keras gue mantengin balet ...hehehe



JEJAK LANGKAH MARLUPI SIJANGGA DALAM DUNIA BALET INDONESIA


Oleh Gusti Nur Cahya Aryani

Empat puluh sembilan tahun yang lalu Marlupi Sijangga mungkin tidak akan pernah menduga jika sekolah balet yang dirintisnya sejak usia lima belas tahun akan sebesar kini dan menciptakan taburan penari-penari berbakat di Indonesia. Salah satu di antara mereka adalah Yanti Marduli.
Dia pulalah satu-satunya penari balet Indonesia yang ikut serta dalam kompetisi Genee Award di Sydney Opera House pada 2002.
Menurut Marlupi, kecintaannya terhadap tari balet diawali saat ia tertarik memperhatikan gerakan noni-noni Belanda yang sedang belajar balet, sayangnya keinginan Marlupi untuk mengikuti kursus balet klasik ditentang orang tuanya, sehingga ia terpaksa mencuri uang dari ibunya.
"Tidak mudah untuk meyakinkan orang tua saya bahwa saya sungguh-sungguh ingin belajar balet sekitar tahun 1950-an," kata Marlupi.
Berbeda dengan gambyong, serimpi atau beberapa jenis tarian lain yang banyak dipelajari oleh generasi muda di era itu, balet adalah sebuah budaya impor yang jamaknya belum lazim di kalangan masyarakat luas. Tetapi usaha dan kesungguhan Marlupi tidak sia-sia karena akhirnya mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya sehingga mereka mengizinkan Marlupi menekuni balet.
"Jadi karir saya dalam dunia balet berawal secara otodidak," kata Marlupi yang gaya baletnya sedikit banyak berkiblat pada balet Rusia saat itu.
Berbekal kemampuan yang diperolehnya secara otodidak itu Marlupi mendirikan Marlupi Dance Academy (MDA) pada 1956 di usia 15 tahun.
Perjalanan Marlupi mengukuhkan eksistensinya di dunia balet Indonesia, penuh kerja keras. Sepanjang hidupnya, dia tidak pernah berhenti belajar meningkatkan kemampuannya. Berkat dukungan dari anaknya, Fifi Sijangga, Marlupi kemudian kursus mengajar balet di Royal Academy of Dance dan berhasil memperoleh sertifikat di London ketika usianya mencapai 60 tahun.
Sertifikat tersebut mengesahkan Marlupi sebagai pengajar tari balet profesional. Sementara itu agar tidak tertinggal isu terbaru tentang balet, secara khusus Marlupi rajin mengikuti perkembangan dan mempelajari teknik-teknik baru hingga ke Amerika, Jerman, Inggris, Singapura, dan Shanghai, untuk kemudian dikembangkan di sekolahnya.
Kegigihan itulah yang kemudian ditularkannya pada murid-muridnya di MDA. Marlupi dikenal aktif mendorong murid-muridnya menjadi penari andal di usia muda, dengan mengikutsertakan mereka pada festival-festival balet.
"Bagi seorang penari pengalaman sangat penting, dengan aktif mengikuti festival tingkat nasional atau internasional maka wawasan akan terbuka," kata peraih Adhi Karya Award itu.
MDA
Kini Menurut Marlupi, kini MDA yang telah dirintisnya dengan susah payah di Surabaya selama hampir setengah abad telah menjelma menjadi salah satu akademi tari yang diakui di Indonesia.
Dengan sekitar 50 pengajar pilihan yang tersebar di 20 studio cabang dan dua studio utama yang terletak di Surabaya dan Jakarta, MDA konsisten memajukan dunia balet Indonesia. Salah satu caranya dengan mengadopsi sistem pengajaran balet klasik dari Royal Academy of Dance-London (RAD) serta sistem pengajaran 'fitness' atau senam dari Internasional of Fitness Proffesionals-San Diego, California (IDEA), di mana kini Marlupi juga menjadi anggota, agar mampu bersaing di dunia balet internasional.
"Terutama agar kualitas pengajaran balet kita dapat setara dengan yang diajarkan di dunia balet internasional," ujar peraih Best Executif Award dari Singapura pada 1982 itu. Dengan dukungan dari anaknya, Fifi, yang juga merupakan presenter acara kebugaran di salah satu televisi swasta, Marlupi terus berusaha agar MDA mampu untuk tetap unjuk gigi di kancah balet nasional maupun internasional.
Kekonsistenan untuk menjaga kualitas tersebut terus berlanjut dengan mengikutkan para siswanya ujian ke Singapura, yang ijazahnya diakui Royal Academy of Dance, London.
Karya Besar
"Melalui pementasan Nutcracker-The Story of Clara ini, kami ingin menunjukkan pada publik betapa indahnya tarian balet klasik, irama musik, perasaan serta pemahaman yang berpadu sehingga menghasilkan alur cerita yang indah," kata Marlupi ketika ditemui di belakang panggung saat pergelaran balet MDA di Gedung Kesenian Jakarta, 29 Januari 2005.
Setelah sukses dengan pementasan "The Dreams" (Colours, 2003) dan beberapa repertoar, MDA ingin memberi bukti akan kemampuannya menggelar sebuah cerita balet secara utuh melalui Nutcracker-The Story of Clara.
Marlupi juga mengatakan bahwa sekalipun telah aktif menggelar pertunjukan sejak 1960-an, nama MDA baru dikenal luas oleh dunia balet nasional sejak pementasan balet pertamanya pada pembukaan Taman Budaya Jatim, Surabaya, 1976.
Seusai kisah sukses itu, prestasi demi prestasi pun diraih oleh MDA, beberapa diantaranya adalah juara pertama balet dan juara kedua jazz duo di "Dance Caravan Competition Los Angeles" dan "Tremaine, New York", serta juara pertama tari balet dan jazz di "I Love Dance Competition Las Vegas".
"Jangan pernah puas dan berhenti pada satu keberhasilan, terus berkarya untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan dunia balet Indonesia adalah salah satu motivasi terbesar saya," ujar wanita yang tampak tetap penuh semangat di usianya yang telah lebih dari60 tahun itu.
Dan seperti kata peraih Karier dan Prestasi Pria wanita 1996 itu, balet memang boleh jadi sebuah budaya impor tetapi bukan berarti generasi Indonesia tidak mampu melakonkannya sebaik mereka.
Dunia telah berubah, ruang dan waktu bukan lagi batas, seni pun menjadi semakin universal dan tak terpetakan. Gamelan di tangan wajah-wajah aria ataupun balet dalam gemulai langkah kaki-kaki ras melayu menjadi buktinya.
T.KJ10 (T.KJ10/B/K002/K002) 04-02-2005 19:25:33
Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA

Nuk ka komente: